![]() |
Fotonya goyang karena jalur Busway yang naik-turun dan penuh lubang |
Sudah lama sekali saya nggak naik Busway, eh, maksud saya Bus TransJakarta. Tepatnya saya lupa kapan, tapi yang pasti cukup lama sampai akhirnya saya kaget begitu tahu kondisi Bus TransJakarta sekarang.
Dibanding terakhir kali saya naik moda transportasi yang katanya jadi solusi macet di Jakarta ini, banyak banget kemunduran yang saya lihat. Terutama dari sisi tampilan bus, ya.
Pertama, di bagian pintu gesernya. Entah mungkin pernah rusak atau karena alasan lain, pintu geser di unit bus yang saya tumpangi ditambal lapisan semacam seng yang nggak indah banget dilihat. Bagian langit-langit bus, terutama bagian antarsambungannya beberapa terkelupas dan tampak kewer-kewer mau lepas. Beberapa baut di mobil juga tampaknya sudah tak menempel dengan baik, makanya tiap kali mobil jalan, saya bisa dengar bunyi 'gojlak-gojlok' seakan bodi bus mau lepas.
![]() |
Mirip sama gerobak Somay |
Lalu, suara mesinnya juga mengganggu sekali. Berisik! Ditambah gaya menyetir Pak Supir TransJakarta yang saya tumpangi yang ndut-ndutan, plus jalur Busway yang nggak mulus karena penuh lubang sambungan jalan, jadilah naik Bus TransJakarta sekarang nggak jauh beda dengan naik MetroMini atau Kopaja.
Kondekturnya juga kurang ramah, saya rasa. Kebetulan waktu itu, karena saya sudah lama nggak naik TransJakarta, saya jadi kurang update soal rute. Jadilah saya tanya soal rute dan alternatifnya ke Bapak Kondektur berseragam oranye-hitam. Sayangnya, pertanyaan saya dijawab ala kadarnya saja dan masih menyisakan tanya. Dalam hati, saya cuma bisa berujar, "mungkin dia lelah (seharian berdiri samping pintu geser bus)".
Di kaca bus tertempel beberapa poster yang - karena lampu busnya redup - saya nggak tahu itu poster apa. Yang pasti, posternya sudah sangat nggak terawat dan merusak pemandangan kaca bus. Ada satu poster yang saya lihat, yaitu tentang pemberitahuan pengaduan Bus TransJakarta yang malah bagian nomor teleponnya dikerok tak tersisa. Duh.
Memang, sih, bus yang saya tumpangi cuma satu unit Bus TransJakarta dari halte Sumur Bor, mengarah ke Grogol, Harmoni, lalu Pulo Gadung. Rute yang belum pernah saya lewati. Satu rute yang mungkin nggak bisa jadi pembanding dengan rute lainnya.
Namun, saya masih ingat betul, dulu pertama kali saya jajal bus berlogo mirip logo Kacang Garuda ini, kualitas busnya jauh lebih baik. Kebetulan, daerah rumah saya, di Pulo Gadung, jadi salah satu terminal yang pertama-tama dibangun jalur Busway. Karena penasaran, saya pernah, tuh, norak ikutan masa promo naik Bus TransJakarta yang masih gratisan.
Waktu itu, karena masih baru, busnya bersih. Ah, tapi, bukan soal bersihnya yang saya kagum, melainkan kecanggihannya. Ada suara perempuan yang keluar dari speaker yang rajin memberi wejangan untuk para penumpang.
"Check your belonging and step carefully, thank you," begitu pesan suara perempuan yang suaranya bikin kangen naik Bus TransJakarta lagi.
Gara-gara suara ini juga, kita jadi nggak perlu kebingungan kapan harus turun, karena suara nggemesin ini selalu memberi tahu nama halte tiap kali busnya berhenti. Sang Kondektur tugasnya cuma memastikan penumpang naik-turun bus dengan selamat, mengingat jarak antara bibir halte dan pintu bus cukup lebar.
Nggak cuma suara mbak-mbak, yang kita nggak pernah tahu suara mbak siapa itu, ada juga papan LED yang juga bertuliskan nama halte tempat bus berhenti dan nama halte selanjutnya.
Suara mesin bus juga nggak berisik. Banyak poster-poster bagus dari beberapa brand ternama, juga poster pemberitahuan untuk penumpang yang asik dilihat. Ada poster yang memberi tahu larangan bawa makanan, utamakan perempuan dan ibu hamil, dan lain-lain.
Saya tahu, saya nggak bisa membandingkan kondisi unit bus sekarang dengan dulu saat awal-awal saya menumpang bus ini. Dulu masih baru, sekarang sudah uzur. Namun bagi saya, hal tersebut nggak bisa jadi alasan penurunan kualitas kenyamanan Bus TransJakarta.
Mari bandingkan kondisi Bus TransJakarta sekarang dengan moda transportasi massal di Singapura atau Malaysia. Saya pikir, umurnya jauh lebih baru Bus TransJakarta. Namun, soal tampilan, malah bus kita yang kelihatan lebih usang.
Sayang rasanya jika bus yang saban hari dinaiki nggak cuma warga asli Indonesia tapi juga orang bule ini tampil mirip kaleng kerupuk rombeng. Bukankah lebih baik, pengelola Bus TransJakarta seharusnya menggenjot tim QC (Quality Control) internalnya untuk bekerja lebih baik? Paling nggak, memperhatikan kondisi bus yang kasat mata terlihat.
Kalau kesulitan, tim QC-nya bisa, lho, diminta untuk main game Sim City, Sim Tycoon, atau game sejenis lainnya yang mengajarkan mereka cara merawat suatu sistem yang sudah dibangun. Atau, kalau memang masih kesulitan juga, pengelola TransJakarta boleh hire saya sebagai QC Manager. Karena saya bisa jadi sangat cerewet soal tampilan suatu produk (lho, kok, jadi promosi diri? Eh, iya, lho, saya siap kirim CV kalau dibutuhkan, haha!).
Ya, mungkin yang saya bicarakan hanya sebatas tampilan. Namun, bukankah pandangan pertama adalah pandangan penentuan?
Ini cuma masukan. Dibaca, ya, syukur. Nggak diterima, ya, amit-amit. Yang ada usul lain atau uneg-uneg seputar Bus TransJakarta, boleh, lho, ikutan berbagi di kolom komen.
Besi Rongsok Bandung Suara mesin bus juga nggak berisik.
ReplyDeletehati2 ketiduran terus bablas ya :)
Delete