![]() |
September 2011, saat mengikuti Rio Haryanto menonton race Formula 1 di Singapura |
Rio Haryanto.
Mata semua orang sedang banyak yang tertuju ke anak muda kelahiran 22 Januari 1993 ini. Tapi, bukan berarti selama ini mata orang-orang nggak tertuju ke Rio, ya.
Sebagai pembalap muda, sudah dari dulu Rio dilirik publik dan media. Namun, kini setelah mata Stephen Fitzpatrick ikutan melirik pemuda asal Surakarta ini, hampir seluruh warga Indonesia, terutama pengguna social media (netizen).
Ya, per Senin (22/02), Rio resmi mewakili Indonesia untuk berlaga di ajang race Formula One (F1) musim 2016 di bawah bendera grup Manor, perusahaan otomotif asal Inggris. Untuk warga Indonesia yang senang dengan istilah go international, pencapaian Rio ini jelas sebuah prestasi besar.
Sejak usia 6 tahun, Rio memang sudah dikenalkan oleh ayahnya dengan dunia balap. Dimulai dari menjajal Gokart dan berbagai kejuaraannya, Rio naik ke Formula Asia 2.0 di usia 15 tahun lalu ke Formula BMW setahun kemudian, dan terus naik tingkatnya hingga kini jebol masuk di jajaran pembalap F1 kelas dunia di bawah bendera Manor.
Dibanding perusahaan otomotif lainnya yang ikut di ajang balap F1, Manor memang masih perusahaan kecil. Seperti dikutip Liputan6.com, target Manor melalui Rio Haryanto pun bukan untuk menduduki Juara 1, tapi cukup untuk mengumpulkan poin.
Nah, di sinilah suara-suara sumbang mulai melirik Rio Haryanto. Pencapaian yang menjadi prestasi bagi Rio mulai dianggap sebelah mata. Seakan-akan publik mencibir, "apa yang bisa dibanggakan dari go international tapi gabung dengan tim kecil?"
Suara sumbang nggak berhenti melirik Rio sampai di situ. Soal "sogokan" pun ikut nyangkut di prestasi pemuda yang pernah jadi Duta Antinarkoba ini. Berita sumir beredar kalau Rio memanfaatkan Pertamina untuk mendapatkan uang yang kemudian jadi semacam setoran ke Manor. Semacam uang izin agar Manor mau menerimanya di jajaran pembalap F1.
Saya nggak mau banyak berkomentar soal ini. Faktanya untuk bisa masuk ke kancah pertempuran jet darat, seseorang atau tim memang harus menyiapkan sejumlah dana tertentu. Daripada uang sogokan, saya lebih suka menyebut dana ini sebagai uang operasional.
Kenapa? Karena kenyataannya, F1 sudah bukan lagi sekadar olahraga. Balap mobil paling bergengsi di dunia internasional ini sudah menjelma menjadi ladang bisnis. Jadi, siapapun yang mau join harus ikut satu aturan yang sudah dibuat. Seperti, tidak boleh perorangan, melainkan harus dalam ikut satu tim/ grup. Nah, grup inilah yang memerlukan jaminan kalau bergabungnya seseorang akan membawa keuntungan.
Tapi biarlah kita tinggalkan sistem F1 yang memang sudah sangat komersil. Mari kita balik lagi ke Rio dan berbagai lirikan negatif pada pergerakannya di dunia balap internasional melalui jalur dana Pertamina. Bagi saya, adalah hal yang wajar jika kemudian Rio dan keluarga meminta didanai oleh negara.
Kenapa wajar? Saya punya cerita sendiri untuk menjawabnya.
Masih segar di ingatan saya saat pada 2011 lalu saya berkesempatan 'ditraktir' nonton balap F1 di Singapura oleh Rio sekeluarga. Dari awalnya yang saya nggak terlalu mengenal Rio dan keluarganya, lama-kelamaan saya mulai dilirik curhatan mereka.
Waktu itu, Ayah Rio sempat berujar pada saya, "Rio itu lebih nasional dari pada saya. Dia itu, walau tahu negara ini ogah-ogahan dukung dia ke luar negeri, tetap ngotot mau pakai bendera Indonesia. Saya, padahal sudah hampir mau 'jual' dia ke perusahaan Malaysia. Karena mereka siap danai Rio."
![]() |
Rio jalan-jalan bersama Pemenang Kuis Buku Tulis Kiky ke Singapura. Dok Majalah HAI |
Ya, walau kala itu sedikit sekali yang melirik Rio dan mau mengucurkan dana, Rio urung pindah bakti ke negara tetangga. Wajar akhirnya ayah Rio mentasbihkan bisnis yang sudah digelutinya bertahun-tahun khusus untuk mendukung perjuangan Rio. Di Solo, kota asalnya, keluarga Rio memang dikenal sebagai pengusaha buku tulis Kiky.
Itu sebabnya, sekitar 2012 (kalau saya tak salah ingat), ketika ada pabrik Kiky yang terbakar, saya sempat mengirimkan pesan singkat ke Ibu Indahwati, begitu nama ibunda Rio, untuk menanyakan kabarnya. Waktu itu dengan singkat beliau jawab, "Doakan saja semoga bisa cari gantinya untuk Rio."
Dengan kondisi ini, adalah hal yang mustahil untuk Rio dan keluarga, menyokong sendiri kebutuhan menembus ajang internasional. Bukan perihal kemampuan Rio menari di atas trek jet darat, tapi kemampuan finansial.
Beruntung Pertamina mau melirik Rio dan mulai pasang badan untuk mendanainya. Kita bisa lihat beberapa campaign Pertamina untuk Rio yang pernah bertebaran flyer-nya di banyak SPBU Pertamina.
Jadi, kalau pada akhirnya banyak banyak uang rakyat ini yang tersalur ke Rio melalui Pertamina - lagi-lagi, terlepas dari ada kepentingan bisnis apa di baliknya - bagi saya adalah hal yang wajar. Karena Rio berjuang di mancanegara demi mengharumkan nama Indonesia. Membawa nasionalismenya, bukan semata kepentingan pribadinya.
Toh, semangat Rio ini bisa kita buktikan per blog ini ditulis. Saat di babak tes F1 Catalunya, posisi Rio ada di atas pembalap senior F1 dari tim Williams Mercedes, Felipe Massa, dengan catatan waktu 1:28.266.
Hail Rio!
No comments:
Post a Comment