Pages

14 April, 2018

#2019GantiPresiden dan Etika di Jalan



Beberapa kali ketika saya dan Christia Kartikasari (Tika) naik mobil bareng, Tika selalu kaget campur takut ketika ada motor menyalip sembarang atau mobil yang tiba-tiba mepet untuk ambil jalur jalan kami.

"Sekarang banyak orang gila ya di jalan," ucap Tika lirih. Saya yang saban hari pergi-pulang Kembangan-Mega Kuningan biasanya cuma bisa membalas dengan senyum, sambil berujar bahwa yang ia lihat baru sebagian kecil kondisi pengendara di jalan raya saat ini.

Sudah bukan rahasia lagi toh bagi kita semua tentang kejamnya dunia jalan raya Jakarta? Ibarat panggung gulat, jalan raya Jakarta adalah medan tempur seluruh kaum pengadu nasib dan pencari uang di ibukota.

Itu sebabnya, bagi saya, perilaku pengguna jalan di Jakarta cukup mewakili jati diri masyarakat Ibukota Indonesia ini. Sebab, di sinilah tempat tiap orang menunjukkan 'wajah' aslinya karena terjebak dlm kondisi mempertahankan hidup.

Dengan memperhatikan perilaku pengguna jalan di Jakarta, kita nggak perlu lagi menggunakan novel atau buku-buku akademis utk meramalkan nasib Indonesia pada 2030. Nggak percaya? Saya bedah ya satu per satu.

Akan jadi seperti apa anak yang dibesarkan dari seorang ibu yang di jalan raya tak pernah pakai helm, menyeberang seenaknya, bahkan lebih galak dari polisi walau ia tahu dirinya salah? Bahkan cibiran Emak-emak Matik nggak cukup membuatnya sadar.

Akan jadi seperti apa anak yang dibesarkan dari seorang bapak yg tak peduli warna lampu lalu-lintas, apakah hijau, kuning, atau merah, selama ia yakin ia selamat maka perempatan akan ia tembus? Bahkan, pengendara lain yg patuh berhenti karena lampu sedang merah, ia klakson agar ikut melanggar peraturan.

Akan jadi seperti apa anak yg dibesarkan oleh pasangan muda-mudi yg nekad mengendarai motor di atas trotoar dan memakan hak pejalan kaki dg alasan terburu-buru? Bahkan protes dari pejalan kaki pun tak mereka indahkan.

Akan jadi seperti apa anak yang dibesarkan oleh pria yang kerjanya melawan arus, putar arah di U-Turn yang berlawanan arah, atau bahkan nekad melintasi taman rumput dan pembatas jalan utk mempercepat perjalanannya?

Akan jadi anak seperti apa yg dibesarkan dari sepasang yg gemar berboncengan dan berjalan lambat di jalur cepat (sebelah kanan), tak peduli kendaraan di sekitarnya protes dengan membunyikan klakson berulang kali.

Akan jadi anak seperti apa yg dibesarkan oleh supir angkot yang hobinya ngebut, berhenti di sembarang tempat, berputar arah di tempat tak semestinya? Bahkan ia bisa lebih marah dari pengendara lain yg mencoba 'mengembalikannya ke jalur yg benar'.

Akan jadi anak seperti apa yg dibesarkan dari kumpulan pria yg bangga jalan berkelompok, membuat kemacetan, tak berhelm, dan sambil mengibarkan bendera besar sebagai panji golongan mereka? Saking bangganya, semua aturan lalu-lintas mereka langgar, walau ada polisi yang tengah berjaga.

Jika kondisi para orang tua seperti ini, saya ramalkan, Indonesia memang akan runtuh pada 2030. Bukan salah pemimpinnya semata tapi salah tiap individu dari kita yang gagal mendidik diri sendiri sehingga menurun gagal mendidik anak-cucu kita.

Ada kata-kata bijak yang terngiang di benak saya yang kira-kira seperti ini bunyinya: Pemimpin adalah cerminan rakyatnya.

Nah, menurut saya, jika ingin #2019GantiPresiden agar negeri ini lebih baik, yuks sama-sama #SekarangGantiAkhlak kita jadi lebih baik. Agar kita bisa memilih pemimpin yg terbaik dari kalangan kita yang berkelakuan baik.

Setuju?

No comments:

Post a Comment