Pages

14 May, 2018

Jeda antara Kita (Muslim)



Saya ingat betul kata-kata guru saya di Madrasah ketika mengajari kami salat berjamaah. Tiap kali melihat kami, para muridnya, berbaris renggang, Ia akan selalu meminta kami merapatkan barisan. Bahu bertemu bahu, kaki bertemu kaki.

'Jangan sampe ada ruang. Nanti diisi setan,' ujarnya.

Tampaknya, memang sudah sunnatulloh, setan hobinya mengisi ruang kosong. Seperti contohnya pesan Nabi untuk menuntup jamban atau ember saat kita tinggal tidur agar nggak diisi setan.
Juga, pesan orang tua kita agar jangan melamun dan membiarkan otak dan hati kosong sehingga diisi setan dan membuat kesurupan.

Tak beda juga dengan pesan senior-senior kita yang sudah sukses menikah bertahun-tahun untuk selalu menjaga dan memperbaharui komunikasi rumah tangga. Agar tak ada jeda yang dapat menimbulkan salah komunikasi tempat setan bisa menghuni.

Tampaknya saat ini pesan untuk menjaga agar nggak ada ruang kosong atau jeda harus kita sematkan ke diri kita, sesama umat muslim. Umat yang selalu mengaku sebagai umat penutup zaman, umat terbaik di bawah panji ajaran Muhammad SAW.

Sudah saatnya kita melirik jeda dan ruang-ruang kosong yang ada antara kita. Jeda dan ruang-ruang kosong yang kita ciptakan sendiri akibat keangkuhan kita mengganggap diri golongan kita yang terbaik, paling suci, paling benar, paling sesuai tuntunan Nabi, sementara golongan lain adalah para munafik, kafir, bidah, sesat, dan lain sebagainya.

Jeda dan ruang-ruang kosong yang membuka kesempatan untuk sebagian dari kita mencari kedamaian dengan cara menafsirkan sendiri, mencampurnya dengan pemahaman lain, akibat merasa terkucil dan terbuang.

Jeda dan ruang-ruang kosong inilah tempat yg kemudian setan masuki mewujud sebagai sosok kejam tak berperasaan yang membunuh orang lain. Jeda dan ruang-ruang kosong inilah yg membuat umat yang tersebar di seantero dunia ini rapuh dan lemah terfitnah.

Saatnya bersatu, akhi-ukhti. Tak peduli kamu HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), Ikhwan (Ikhwanul Muslimin), Ahlussunnah, Wahabi, dlsb. Selama kita di Indonesia, di sinilah pijakan kita.

Kita tak layak berdiam diri. Sama tak layaknya seperti ketika kita berdiam diri perihal Palestina atau penistaan agama oleh oknum politisi. Karena saat ini, Islam pun dinistakan dan dihancurkan lewat bentuk terorisme.

Saatnya bersatu untuk bukan lagi saling melemahkan, tapi berpegangan tangan, berangkulan menjadi Humas yang baik bagi agama warisan Nabi terakhir ini. Dengan memperbanyak amaliyah kebaikan, tebar senyuman, uluran tangan bagi yg membutuhkan, seraya menyapa umat di sekitar kita.
Ramalan Nabi, di penghujung zaman, umat ini memang tercerai-berai. Namun, paling nggak, bukan di lingkungan kita.


2 comments: