Sudah nonton film Everest? Tadinya, saya sempat kurang tertarik dengan film ini. Bagi saya, film-film seperti Everest ini biasanya cuma menjual patron 'diambil dari kisah nyata', tragisnya jalan cerita, dan, terakhir, kisah bangkitnya seseorang dari keadaan hampir menyerah.
Di pertengahan film Everest barulah saya mulai menyukai film ini. Ada satu benang merah yang, entah sengaja diselipkan atau cuma saya yang menyimpulkan sendiri, diceritakan secara halus sepanjang film ini. Tentang egoisme seorang pria.
Dimulai dari sosok Rob Hall (Jason Clarke). Sebelum berangkat ke Gunung Everest, kita diberitahu bahwa istri Rob, Jan Arnold (Keira Knightley), sedang hamil tua. Seharusnya kepulangan Rob nantinya dari Everest bertepatan dengan kelahiran anak pertamanya ini. Namun, atas nama bisnis memuaskan hasrat mendaki kliennya, Rob Hall tetap berangkat.
Kisah kedua, dan ini yang paling jelas terpampang nyata sepanjang film, adalah kisah Beck Weathers (Josh Brolin). Di antara kisah pendaki lainnya, Beck memang punya latar belakang kisah yang cukup rumit (baca detail kisah Beck di sini: KLIK).
Pertama, dari awal kelihatan sekali Beck agak ragu dan gentar menaiki Everest, di samping tubuhnya yang kurang fit. Kedua, ternyata Beck ini nggak izin ke istrinya dia akan mendaki Everest, padahal sebelumnya istrinya pernah bilang bahwa dia akan menceraikan Beck jika nekat naik gunung lagi. Ketiga, ternyata Beck punya latar belakang operasi mata yang membuatnya seharusnya berpantang naik gunung dengan ketinggian tertentu.
Well, sama seperti Rob Hall, semua halangan itu dia indahkan. Beck nekat naik Everest, membayar mahal, meski beberapa kali sempat kelihatan keraguan di wajahnya.
Beruntung, nggak seperti Rob Hall yang akhirnya tewas karena kedinginan (ditambah kurang oksigen dan kurang asupan air minum) setelah menutup telepon dari istrinya di atas puncak Everest, Beck masih bisa pulang dengan selamat. Itu pun dengan bayaran dia harus kehilangan hidung, pipi, dan jemarinya.
Rob dan Beck tampaknya lebih suka memuaskan keinginannya ketimbang melihat kehidupan dan keluarga yang sedang mereka bangun. Di satu scene, Beck bahkan mengungkapkan alasan kenapa dia nekat tetap naik Everest meski dapat ancaman cerai dari sang istri.
Saat di atas gunung, menaiki puncaknya, Beck merasa bebas, lepas, dan lega. Seperti semua yang ia cari di dunia sudah terpenuhi. Perasaan yang dia nggak bisa rasakan dan penuhi saat dia ada di kehidupan sehari-harinya. Begitu kira-kira terjemahan bebas yang saya ingat.
Beck dan Rob, disadari atau nggak, adalah cermin kita, sesama lelaki. Nggak seperti kebanyakan perempuan yang begitu mempunyai pasangan pada akhirnya mendedikasikan hidupnya untuk keluarganya, bahkan hingga bisa mengubah tujuan hidupnya menjadi untuk keluarganya, kita seringkali masih hidup dengan ego kita.
Kita sering dengar, kok, istilahnya. Boys will be boys. Ya, laki-laki akan tetap muncul jiwa kanak-kanaknya seumur berapapun dirinya. Mau sudah bangkotan, godaan untuk memuaskan keinginan pribadi selalu muncul dan, kadang, sulit dipahami oleh para perempuan.
Kita bisa menghabiskan uang kita cuma untuk sekadar membeli action figure seharga jutaan. Ada juga dari kita yang bisa menghabiskan uang untuk memoles kendaraan kita, atau bahkan, membeli kendaraan lawas untuk kita dandani. Hingga yang paling ekstrim, mengoleksi benda-benda yang nilainya nggak stabil, seperti batu akik, dengan membelinya sampai seharga mobil.
Di satu masa, laki-laki mungkin bisa muncul kedewasaannya. Seperti saat ia baru menikah atau punya anak. Di momen itulah hidupnya ia dedikasikan untuk keluarganya. Namun, nggak lama begitu kehidupannya mulai stabil, dorongan untuk memuaskan keinginan pribadi pasti muncul lagi.
Di satu sisi, egoisme ini memang dibutuhkan pria untuk menunjukkan eksistensinya di dunia. Egoisme inilah yang membuat, dari zaman purbakala, laki-laki bisa bertahan hidup dan mendapatkan pasangannya. Ya, saat laki-laki sudah menggeluti egoismenya (baca: hal-hal yang ia sukai/ passion), ia bisa menjelma menjadi orang hebat yang membuat orang di sekelilingnya kagum. Ia bisa menjadi semacam ahli yang membuatnya dikagumi.
Di dunia jurnalistik mutakhir, saya mengenal sosok Ndorokakung. Dengan konsisten menggeluti passion-nya di dunia jurnalistik dan digital, pria bernama asli Wicaksono ini bisa jadi sokoguru di bidang jurnalisme baru. Pun, itu pula yang terjadi dengan kenalan saya Fauzie Helmy, seorang penggiat Toys Photography yang sekilas kerjaannya hanya memotret mainan.
Di dunia normal, dua sosok ini mungkin nggak akan terlihat sebagai orang yang kaya raya, hidup bermegah-megah, ataupun berkelimpahan materi. Namun, orang banyak akan kagum melihat mereka dengan karya dari passion yang mereka geluti.
Ya, pria dan egoismenya bisa melahirkan derajat yang tinggi, namun di sisi lain, pria bisa mengorbankan kehidupan seperti kebanyakan pria lain, termasuk keluarga yang ia bangun.
Adalah sebuah keberuntungan kalau pada akhirnya keegoisan ini berujung pada kemuliaan sekaligus materi yang berkecukupan. Atau, kalau pun ujungnya tanpa kecukupan materi, berharaplah keluarga dan kehidupan normalnya, pada akhirnya, bisa menerima pemikiran egoisme kita. Agar, walaupun pada akhirnya hidup kita berakhir dengan menekuni egoisme ini, kita bisa mati dengan predikat mulia dan meninggalkan keluarga yang bangga.
Seperti yang dirasakan Jan Arnold yang bangga dengan sosok Rob Hall yang meninggalkannya sebelum anaknya lahir. Atau, seperti istri Beck yang akhirnya bisa berdamai dengan egoisme Beck dan urung niat untuk bercerai.
Terakhir, satu hal yang saya petik dari Everest adalah, jangan pernah meninggalkan istri atau keluarga kita yang nggak pernah ridho atau rela dengan pilihan kita menekuni egoisme dan passion kita. Karena, merekalah, melalui doa-doanya, yang pada akhirnya menyelamatkan jalan kita saat tersesat. Persis seperti yang dialami Beck yang berhalusinasi didatangi istrinya, memandunya, dan membuatnya bangkit kembali dari kondisi hampir mati.
Kalau anda, lebih suka mengikuti egoisme atau berdamai dengan kondisi atas nama orang-orang yang anda cintai?
baguslah a mate, jadi tipe pria yang sadar akan keegoisannya. :D
ReplyDeleteAaak! Triya apa kabaaar??
Delete