Pages

26 October, 2015

The Martian and Indonesian



"Ih ogah. Aku nggak mau pindah ke tempat yang belum jelas."

Itu kata Tika pas saya bilang, "Ini film persiapan sebelum kita pindah ke Mars," sebelum nonton The Martian (2015). Beda dengan saya yang selalu excited tentang perjalanan luar angkasa atau teori kolonisasi di planet lain, istri saya menganggap teori ini adalah hal yang nggak cocok dengannya.

Saya sendiri sudah cukup lama mengikuti ide tentang kolonisasi di Mars ataupun perjalanan luar angkasa lewat film. Kalau saya nggak salah ingat, film pertama tentang Mars yang saya tonton adalah Total Recall (1990) yang jagoannya diperankan oleh Arnold Schwarzenegger, dan Interstellar (2014) jadi film tentang perjalanan luar angkasa terakhir yang bikin saya berdecak kagum.

Menarik rasanya menikmati proses perjalanan film Amrik menggambarkan perjalanan luar angkasa dan jagat raya. Dari mulai teknologi yang ala kadarnya sampai teknologi film yang kini benar-benar bisa membuat kita merasa seperti ikut berada di luar angkasa.

Dulu, saya senang banget sudah bisa merasakan seperti di luar angkasa dari menonton film di Planetarium. Menyaksikan layar besar melengkung cekung yang disorot film seakan-akan itu adalah langit dan jagat raya. Kalau sekarang saya tonton lagi film di Planetarium pasti rasanya sudah nggak seru, karena pasti terasa banget teknologi jadulnya.

Dari perjalanan teknologi film Amrik menggambarkan luar angkasa, saya merasakan betul keinginan mereka yang nggak pernah mau menyerah untuk meningkatkan teknologi film. Spirit yang sama juga kita temui di kenyataan. Ilmuwan NASA dan banyak peneliti luar angkasa lainnya juga tampak nggak pernah puas atau menyerah dengan pencapaian mereka.

Baik teknologi film Amrik maupun penjelajahan luar angkasa oleh NASA awalnya tampak seperti sesuatu yang mustahil. Puluhan tahun lalu, saat film yang ada masih bisu dan berwarna hitam-putih, adalah hal yang mustahil bisa ada teknologi film yang bisa membuat penontonnya seperti berada di luar angkasa sungguhan. Pun, puluhan tahun lalu, saat Wright bersaudara menciptakan pesawat pertama, penjelajahan di bulan tampaknya adalah suatu hal yang mustahil.

Toh, kemustahilan nggak membuat para filmmaker maupun ilmuwan berhenti "bermimpi". Seperti mimpi manusia untuk bisa pindah ke Mars dan membangun koloni di sana. "Mimpi" yang membuat manusia terus selangkah lebih maju.

"Mimpi" yang bisa jadi juga dimiliki oleh beberapa ras di dunia, seperti ras kulit hitam, chinese, atau pun India untuk maju melebihi ras lain. "Mimpi" yang membuat mereka sekarang mulai diperhitungkan di kancah dunia, salah satunya dengan tampil memegang peranan penting di film The Martian. Ada Vincent Kapoor (Chiwetel Ejiofor), Bruce Ng (Benedict Wong), atau Zhu Tao (Chen Shu).



Ah, kita, bangsa Indonesia, kapan, ya, bisa punya "mimpi" seperti mereka ini?



No comments:

Post a Comment