Pages

01 February, 2021

Andai Saya Jadi Gubernur Jakarta




"Kayanya aku pengen jadi Walikota Jakbar, deh."

Kalimat itu yang biasanya saya bisikkan ke istri saban kali melihat penghuni Jakarta, terutama di wilayah baratnya. Maklum, saya memang tinggal di bilangan barat Jakarta.
Keinginan ini muncul karena saya terlalu gerah melihat para Jakartans dan kelakuannya. Dari yang punya posisi baik itu swasta atau pemerintahan, punya duit banyak, orang biasa, sampai yang miskin jelata.
Yang paling banget berasa adalah kalau kita sedang di jalanan Jakarta. Pemotor maupun pemobil sama-sama hobi melanggar peraturan. Nggak perlu saya sebut contohnya, kan?
Belakangan, yang bikin saya makin gerah adalah perilaku Jakartans pada situasi Corona. Kesepakatan bersama untuk menggunakan masker dan tak berkerumun sulit sekali dipatuhi. Dilalahnya, kondisi ini berlaku dari yang kaya sampai yang miskin.
Untuk yang berduit, kita bisa lihat di social media contohnya. Sementara untuk yang duitnya nggak seberapa, bisa kita lihat di pinggir jalan atau pasar-pasar rakyat.
Namun, seandainya saya jadi Walikota Jakbar atau bahkan jadi Gubernur Jakarta, saya nggak akan jadi pejabat yang penuh sopan-santun. Bisa jadi, saya akan jadi tipe yang mirip-mirip dengan Ahok atau mungkin bisa lebih kejam.
Saat ada waktu blusukan atau senggang, saya akan memilih untuk naik motor berkeliling Jakarta sambil bawa sapu lidi dan wajan kecil. Untuk apa? Apalagi kalau bukan gebukin dan mukulin para Jakartans.
Iya, kalau saya melihat ada pemotor yang melawan arus, menyeberangi pembatas jalan, atau bahkan jalan di trotoar, tangan kanan saya yang menggenggam wajan akan saya arahkan ke helm pemotor. Kalau lawannya adalah pemobil, oh saya nggak akan ragu untuk melayangkan wajan saya ke kap mobilnya.
Sapu lidi di tangan kanan untuk apa? Untuk menggebuk pantat atau kepala para Covidiot yang bebal banget ogah pakai masker dan berjaga jarak. Yaa..., bayangkan saja seperti polisi India di video-video yang beredar di banyak media sosial.
Saya yakin, yang saya lakukan ini pasti akan disukai banyak orang Jakarta. Sebab, yang saya lakukan adalah menegakkan aturan dan keadilan sama seperti yang dulu dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI). Meski kerjaannya begajulan, organisasi massa ini banyak penggemarnya, toh? Saya yakin bisa meniru mereka.
Nah, cuma, di ujung diskusi saya dengan istri, biasanya saya urungkan niat ini meski saya haqul-yaqin seratus persen bakal didukung dan dicintai warga Jakarta. Sebabnya, ada banyak kriteria yang nggak bisa terpenuhi sebagai pemimpin Jakarta.
Contohnya seperti karena saya menikah beda agama atau juga karena saya piara anjing. Wah..., bisa runyam, deh, jadi gosip dan 'senjata' lawan politik untuk menggulingkan kekuasaan saya sebagai pimpinan Jakarta.
Ya, kan?
Jadi, ya..., saya akhirnya cuma bisa doa saja siapa tahu masyarakat Jakarta bisa lebih berempati dan taat aturan seperti ajaran agama kita semua.
Amin?


No comments:

Post a Comment